Seperti jamaknya pensiunan jendral ABRI di negara kita, mereka
masih dipekerjakan di sektor swasta atau di lembaga-lembaga lain yang
membutuhkan atau dipaksa untuk membutuhkan. Kata mereka yang membela sistem ini
adalah untuk mengurangi dampak negatif dari apa yang terkenal dengan “post
power syndrome.”
Rupanya Soeharto pun tidak lepas dari
kerangka berpikir seperti
di atas. Jadi dia memang masih berharap jika dia pensiun dari presiden, masih
dibutuhkan di tempat lain.
Namun, sebagai jendral, rupanya dia sudah membayangkan skenario
yang bakal terjadi kalau dia pensiun. Beginilah bayangan dia: “Kalau saya nanti
pensiun, dan akan ditempatkan di suatu perusahaan, pasti akan diadakan
wawancara dahulu.” Kemudian Soeharto membayangkan percakapan dalam wawancara
tersebut adalah sebagai berikut:
Pewawancara, “Pak Harto, apakah pengalaman bapak sebelum ini?
Soeharto menjawab, “Saya berpengalaman menjadi presiden!”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik isteri?”
Soeharto menjawab dengan agak malu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik anak?”
Soeharto menjawab dengan tersipu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara terus saja melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang
biasa dilontarkan kepada orang-orang biasa, ternyata setiap pertanyaan tersebut
dijawab oleh Soeharto dengan “tidak berpengalaman” yang tentu saja betul. Oleh
karena itu, Soeharto, setelah membayangkan kemungkinan diterima untuk menjadi
pegawai di suatu perusahaan adalah kecil, dan mengingat dia tidak punya
pengalaman selain menjadi presiden, maka dia bersumpah dalam hati: “Aku harus
jadi presiden, sampai mati!, karena itu saja yang saya pengalaman.”
No comments:
Post a Comment